S I A T
M.FAHLI ZATRA HADI
RESPON PEMERINTAH FILIPHINA TERHADAP ISLAM
DISUSUN OLEH :
AHMAD
BADARUDIN 11443101256
ROMI
FAISAL 11443104497
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN
ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
T.A. 2015/2016
KATA PENGANTAR
Asalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur atas nikmat dan karunia
yang telah diberikan Allah Swt sehingga kita masih diberikan kehidupan didunia
yang fana ini. shalawat dan salam tidak lupa selalu kita ucapkan kepada Rasul
yang telah membawa kita dari
zaman jahiliah kezaman yang penuh dengan ilmu yang kita rasakan sekarang ini
yaitu Nabi besar Muhammad Saw. Perkembangan islam di Asia Tenggara sangatlah
pesat islam dengan mudahnya menyebar keseluruh penjuru dunia karena agama islam
adalah agama yang membawa kedamaian. Walaupun demikian islam dihadapi banyak
hadangan untuk masuk kesebuah Negara karena ada orang-orang tertentu yang tidak
ingin terciptanya kedamaian antara umat manusia.
Dengan tugas yang diberikan ini kami
akan membahas tentang respon pemerintah Filiphina terhada ajaran islam. Dimana
perkembangan islam disana sangat minoritas karena sistem pemerintah yang
menyudutkan para pemeluk agama islam. Semoga dengan tugas ini kita dapat
mengetahui permasalahan saudara kita yang ada di Filiphina dan kita semua
berdoa semoga saudara kita yang ada di Filiphina diberikan kemudahan aamiin...
i
DAFTAR ISI
Kata pengantar……………………………………………………………………………
Daftar isi…………………………………………………………………………………..
BAB l PENDAHULUAN
1.1. Latar
belakang………………………………………………………………………..
1.2. Rumusan
masalah………………………………………………………………….....
1.3. Tujuan penulisan
makalah……………………………………………………….... ...
1.4. Landasan
teori………………………………………………………………………..
BAB ll RESPON PEMERINTAH FILIPHINA TERHADAP ISLAM
A.
Respon
pemerintah terhadap islam di
Filiphina........................................................
BAB III PENUTUPAN
1.1.Kesimpulan…………………………………………………………………………....
1.2.Saran……………………………………………………………………………...……
1.3.Daftar pustaka…………………………………………………………………………
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Umat Islam Filipina yang kemudian
dikenal dengan bangsa Moro, pada akhirnya menghadapi berbagai hambatan baik
pada masa kolonial maupun pasca kemerdekaan. Bila direntang ke belakang,
perjuangan bangsa Moro dapat dibagi menjadi tiga fase: Pertama, Moro berjuang
melawan penguasa Spanyol selama lebih dari 375 tahun (1521-1898). Kedua, Moro
berusaha bebas dari kolonialisme Amerika selama 47 tahun (1898-1946). Ketiga,
Moro melawan pemerintah Filipina (1970-sekarang).
Melihat
tekanan yang terjadi di Filiphina yang dinamankan bangsa Moro sistem pemerintah
yang menyudutkan pemeluk agama islam sehingga tidak terciptanya keamanan serta
kenyamanan antar umat beragama, padahal ajaran islam yang datang ke Filiphina
membawa kedamaian tetapi ada saja orang-orang yang tidak suka tercipatnya
perdamian di sebuah Negara. seharusnya
di sebuah negara tidak ada lagi tekanan dalam sebuah agama untuk menyampaikan
ajarannya walau demikian ini adalah sebuah ujian yang diberikan kepada umat
islam yang ada di Filiphina untuk menegakan agama allah swt semoga
saudara-saudara kita yang ada di Moro diberikan kekuatan.
1.2. Rumusan masalah
A. Bagaimanakah
respon pemerintah Filiphina terhadap agama islam?
1.3. Tujuan penulisan
makalah
A. Agar
mengetahui respon pemerintah Filiphina terhadap islam
1.4. Landasan teori
A. Berdasarkan
buku yang kami baca yaitu :
1. Sejarah
Islam Asia Tenggara (SIAT).
2. Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini.
3. Diktat
Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Asia.
4. Perkembangan
Peradaban Di Kawasan Dunia Islam.
.
BAB ll RESPON
PEMERINTAH FILIPHINA TERHADAP ISLAM
A.
Respon Pemerintah
terhadap Islam di Filipina
Islam masuk
ke wilayah filiphina selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindano pada tahun
1380. Orang pertama memperkenalkan islam ke Sulu adalah tuan Mashaika yang
diduga telah sampai di Sulu pada abad ke-13. Keturunannya kemudian menjadi
komunitas islam di Sulu. Berikutnya yang datang menyebarkan islam adalah di
Sulu adalah ulama Arab bernama Karimul makhdum pada paruh kedua abad ke-14. Dia
diterima dengan baik oleh komunitas muslim Buansa aktivitas keagamaan yang digerakkannya
memperkuat pertumbuhan komunitas islam yang dibentuk oleh pendahulunya Tuan
Mashaika.
Pada awal
abad ke-15 penyebar islam lainnya datng ke Sulu yaitu Raja Baginda menurut
catatan sejarah Raja Baginda adalah seorang pangeran dari Minang Kabau. Menurut
cerita ketika ia baru tiba di kepulauan Sulu masayarakat setempat bermaksud
mengaramkan kapalnya namun sikap mereka secara dramatis berubah ketika mereka
tahu bahwa Raja Baginda seorang muslim.
Penyebaran
islam di Mangindano dan Lanao pada umumnya dikaitkan dengan Syarif kebungsuan
ia di duga sampai di Mindano pada awal ke 16 sama halnya dengan Raja Baginda ia
juga seorang pangeran yang datang bersama pengawal dan pengikutnya. Ketika ia
berlabuh di sungai Pulangi ia sudah menemukan komunitas muslim. Kemudian mereka
membangun kota Cotabato dan Manguindanao ekspansi islam tidak dapat dipisahkan
dari upaya bersama dari Raja Kabungsuwan
dan sejumlah keluarga penguasa daerah itu termasuk keluarga besar kerajaan
Sulu. Borneo dan Ternate sementara itu islam di Luzon datang melalui Brunai
dilaporkan bahwa salah seorang keluarga bangsawan Brunai menikah dengan
Bangsawan Luzon.
Negara
filiphina berasal dari daerah-daerah yang telah dipersatukan Spanyol datang
menjajah filiphina pada tanggal 16 maret
1521. Kesultanan Sulu yang berdiri tahun 1450 saat itu telah berusia 71 tahun
ketika Legafzi sampai ditahun 1565. Kesultanan ini sudah berumur 115 tahun
jelas saja islam menjadi sandaran dan acuan sekaligus menjadi identitas mereka
dalam melawan pihak kolonial.
Dalam
usahanya untuk menguasai filiphina selatan kolonial Spanyol menerapkan politik
devide abd rule ( politik pecah belah dan kuasai ). Tahun 1578 terjadi perang
besar yang melibatkan orang filiphina sendiri. Penduduk filiphina yang telah
dikristenkan dilibatkan kedalam ketentaraan kolonial Spanyol. Kemudian di adu
domba untuk melawan umat muslim di selatan. Dari sinilah kemudian timbul
rasa benci dan rasa curiga orang-orang
filiphina terhadap bangsa Moro islam hingga sekarang. Sekalipun gagal
menundukan Mindano dan sulu. Spanyol menganggap keduanya tetap wilayah
tutorialnya lalu menjual filiphina kepada Amerika Serikat seharga 20 juta dolar
pada tahun 1898.
Tahun 1898
kemenangan Amerika terhadap Spanyol memindai perpindahan kekuasaan filiphina
terhadap Spayol. Amerika datang ke Mindano denangan penampilan diri sebagai
sahabat baik hal ini dibuktikan dengan ditandatanganinya traktet bates pada
tanggal 20 agustus 1898. Dimana Amerika mengakui pemerintahan sultan atas
penduduk setempat. Amerika juga menjanjikan kebebasan beragama, kebebasan
mengungkapkan pendapat dan kebebasan mendapatkan pendidikan bagi bangsa Moro.
Namun perjanjian itu hanya sebagai taktik mengambil hati orang-orang islam agar
tidak memberontak.
Masa
prakemerdekaan ditandai dengan adanya peralihan kekuasaan dari penjajah Amerika
ke pemerintah Kristen Filipina di utara. Untuk menggabungkan ekonomi Moroland
ke dalam sistem kapitalis, diberlakukan hukum-hukum tanah warisan jajahan AS
yang sangat kapitalis seperti Land Registration Act No. 496 (November 1902)
yang menyatakan keharusan pendaftaran tanah dalam bentuk tertulis dan
ditandatangani dibawah sumpah.
Kemudian
Philippine Commission Act No. 718 (4 April 1903) yang menyatakan hibah tanah
dari para sultan, datuk, atau kepala suku nonkristen sebagai tidak sah, jika
dilakukan tanpa ada wewenang atau izin dari pemerintah. Demikian juga Public
Land Act No, 296 (7 Oktober 1903) yang menyatakan semua tanah yang tidak
didaftarkan sesuai dengan Land Registration Act No. 496 sebagai tanah negara,
The Mining Law of 1905 yang menyatakan semua tanah negara di Filipina sebagai
tanah yang bebas, terbuka untuk eksplorasi, pemilikan dan pembelian oleh WN
Filipina dan AS serta Cadastral Act of 1907 yang membolehkan penduduk setempat
(Filipina) yang berpendidikan dan para spekulan tanah Amerika yang lebih paham
dengan urusan birokrasi untuk melegalisasi klaim-klaim atas tanah.
Pemberlakuan
Quino-Recto Colonialization Act No. 4197 pada 12 Februari 1935 menandai upaya
pemerintah Filipina yang lebih agresif untuk membuka tanah dan menjajah
Mindanao. Pemerintah mula-mula berkonsentrasi pada pembangunan jalan dan
survei-survei tanah negara sebelum membangun koloni-koloni pertanian yang baru.
Pada intinya, ketentuan tentang hukum tanah ini merupakan legalisasi penyitaan
tanah-tanah kaum muslimin oleh pemerintah kolonial AS dan pemerintah Filipina
di utara yang menguntungkan para kapitalis.
Bahkan
seorang senator Manuel L. Quezon pada 1936-1944 gigih mengkampanyekan program
pemukiman besar-besaran orang-orang Utara dengan tujuan untuk menghancurkan
keragaman (homogenity) dan keunggulan jumlah bangsa Moro di Mindanao seta
berusaha mengintegrasikan mereka ke dalam masarakat Filipina secara umum.
Kepemilikan tanah yang mudah dan mendapat legalisasi dari pemerintah tersebut
mendorong migrasi dan pemukiman besar-besaran orang-orang utara ke Mindanao.
Banyak pemukim yang datang, seperti di Kidapawan, Manguindanao, mengakui bahwa
motif utama kedatangan mereka ke Mindanao adalah untuk mendapatkan tanah. Untuk
menarik banyak pemukim dari utara ke Mindanao pemerintah membangun koloni-koloni yang
disubsidi lengkap dengan seluruh alat bantu yang diperlukan. Konsep penjajahan
melalui koloni ini diteruskan oleh pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari
negeri tersebut sehingga perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas
di tanah kelahiran mereka sendiri.
Umat Islam Filipina yang kemudian
dikenal dengan bangsa Moro, pada akhirnya menghadapi berbagai hambatan baik
pada masa kolonial maupun pasca kemerdekaan. Bila direntang ke belakang,
perjuangan bangsa Moro dapat dibagi menjadi tiga fase: Pertama, Moro berjuang
melawan penguasa Spanyol selama lebih dari 375 tahun (1521-1898). Kedua, Moro
berusaha bebas dari kolonialisme Amerika selama 47 tahun (1898-1946). Ketiga,
Moro melawan pemerintah Filipina (1970-sekarang).
Minimal ada tiga alasan yang menjadi
penyebab sulitnya bangsa Moro berintegrasi secara penuh kepada pemerintah
Republik Filipina. Pertama, bangsa Moro sulit menerima Undang-Undang Nasional
karena jelas undang-undang tersebut berasal dari Barat dan Katolik dan
bertentangan dengan ajaran Islam. Kedua, sistem sekolah yang menetapkan
kurikulum yang sama tanpa membedakan perbedaan agama dan kultur membuat bangsa
Moro malas untuk belajar di sekolah yang didirikan oleh pemerintah. Ketiga,
adanya trauma dan kebencian yang mendalam pada bangsa Moro atas program
perpindahan penduduk yang dilakukan oleh pemerintah Filipina ke wilayah mereka
di Mindanao, karena program ini telah mengubah mereka dari mayoritas menjadi
minoritas di segala bidang kehidupan.
Sementara
itu bangsa Moro terbagi dalam beberapa kelompok. Mereka berjuang dengan
mengatasnamakan kepentingan bangsa Moro. Tiga terbesar adalah MNLF (Moro National Liberations Front), MILF (Moro Islamic Liberations Front) dan
kelompok Abu Sayyaf. Untuk kepentingan tulisan ini pembahasan sebagian besar
menyangkut MNLF dan sebagian kecil MILF. Perundingan yang selama ini dilakukan
adalah antara MNLF dan pemerintah Filipina.
Kemudian
tentang hasil atau implementasi perundingan antara MNLF dan pemerintah Filipina,
MNLF mendapat dana untuk mengelola daerah otonomi, mereka yang disebut ARMM (The Autonomous Region of Muslim Mindanao),
tetapi propinsi-propinsi di dalam ARMM tidak mengalami kemajuan/perkembangan.
Sejak Filipina memperoleh kemerdekaan tahun 1946 pemerintah Manila membuat
program pemukiman bagi orang Kristen dari Luzon dan Visayas di wilayah Moro.
Pada waktu itu muslim Moro tidak merasa terganggu karena administrasi wilayah
diatur oleh kalangan mereka sendiri. Tetapi kemudian para pemukim Kristen dengan
dukungan pemerintah Manila mulai mengambil alih posisi strategis di bidang
politik dan ekonomi, segera setelah mereka memenuhi tanah Moro.
Sentimen
yang berujung konflik kerap terjadi hingga mencapai puncaknya pada 1972 ketika
Presiden Ferdinand Marcos berkuasa dan berlaku otoriter. Oleh karena itu,
timbullah pemberontakan MILF (Moro
Islamic Liberation Front) pimpinan Salamat Hashim dan MNLF (Moro National Liberation Front) pimpinan
Nur Misuari. Pergerakan ini timbul akibat perlakuan tidak adil yang dilakukan
oleh pemerintah Filipina.
Penindasan
terhadap kaum muslim Moro terjadi pada masa kekuasaan Ferdinand Marcos di tahun
1965. hal ini menyebabkan munculnya gerakan perjuangan bangsa Moro seperi
Muslim Independen Movement (MIM) yang didirikan oleh Udtog Matalam karena
kebijakan pemerintah menempatkan orang-orang kristen di Mindanau pada tahun
1968 . kemudian munculnya gerakan-gerakan selanjutnya seperiMoro Liberation
Front (MLF) pada tahun 1971 serta Bangsa Moro Army ( BMA ) yang berjuang bagi
kaum muslimin di Filiphina selatan umat muslim dieksploitasi secara ekonomi dan
diasingkan secara politik. karena perbedaan visi maka MLF pecah menjadi dua,
yakni kelompok nasionali sekuler pimpinan Nur Misuari yang mendirikan Moro
National Liberation Front (MILF) dan kelompok Moro Islamic Liberation front
(MILF) yang dipimpin oleh Hashim Salamat. Dalam perjalanannya MNLF pun pecah
lagi menjadi kelompok MNLF Reformasi di bawah pimpinan Dimas Pundato (1981) dan
kelompok Abu Sayyaf di bawah pimpinan Abdurrahman Janjalani (1993).secara umum
kebangkitan Islam di Filipina berkembang dalam dua paradigma: pertama, pradigma
radikal yang dikembangkan oleh para aktivis MNLF, yang semula merupakan
kelompok minoritas di kalangan umat Islam. MNLF pernah mengeluarkan manifesto
yang menyerukan kemerdekaan bangsa Moro.
Mereka
berjuang dengan senjata dan diplomasi. Banyak korban jiwa disebabkan oleh
bentrokan senjata sangat memperhatinkan bagi anggota-anggota OKI ( Organisasi
Konferensi Islam ) atas kondisi kaum muslimi di Filiphina sebuag delegasi yang
terdiri dari empat mentri luar negeri dari negara Libiya, Saudi Arabia, Senegal
dan Somalia mengunjungi Filiphina untuk membahas situasi muslim dengan
pemerintah markos ketterlibatan dari negara-negara islam dalam kasus Moro membuahkan
sebuah perjanjian pada 23 Desember 1976 ditandatangani Tripoli Agreement antara pemerintah Filipina dan MNLF . Ada empat
hal yang disepakati. Pertama adanya
otonomi muslim di wilayah Filifina selatan yang terintegrasi denga republic
Filipina. Kedua wilayah otonomi
muslim meliputi daerah-daerah Basilan, Sulu, Tawi-Tawi, Samboanga del Sur
Samboanga del Norte, North Cotabato, Manguindanao, Sultan Kudarat, Lanao del
Norte, Lanao del Sur, Davao del Sur, South Cotabato, dan Palawan. Ketiga menyepakati berbagai hal yang
berhubungan dengan
pelaksanaan
otonomi. Keempat kesepakatan itu
berlaku sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian itu.
Ada
perbedaan antara MNLF dan MILF. MNLF di bawah pimpinan Nur Misuari mau menerima
otonomi wilayah Moro di bawah kekuasaan pemerintah Manila, sedangkan MILF
menginginkan terwujudnya negara Islam Moro yang merdeka. Dengan perbedaan
target pencapaian itu, maka perjuangan mereka pun berbeda. MILF menolak
berunding dengan pemerintah Filipina dan menolak Tripoli Agreement. MILF menolak kesepakatan tersebut karena alasan
sebagai berikut.
1. The
agreement considered side only and never touched the core of the BangsaMoro
problem which is the illegal and amoral usurpation of their ancestral homeland
and the barbarous usurpation of their legitimate rights to freedom and self
determination.
2. The
agreement is devoid of justice and freedom for the BangsaMoro people and peace
without justice and freedom for the aggrieved party is another form of colonial
oppression.
3. The
agreement is a to the problem of the GRP (the Government of the Republic of the
Philipine) only but not the BangsaMoro problem.
Walaupun dinilai negatif oleh
Salamat Hashim, MNLF tetap menggunakan metode berunding untuk menyelesaikan
masalah Moro. Berbagai perundingan antara MNLF dan pemerintah Filipina akhirnya
membuahkan hasil Final Peace Agreement yang
ditandatangani pada 2 September 1996. Dalam konsideran disebutkan bahwa dalam
kesepakatan itu merupakan lanjutan dari Tripoli
Agreement 1979 dan beberapa pembicaraan lain yang berkaitan dengan itu.
Ketika diadakan pertemuan Komite
Menteri Enam Negara Anggota OKI di Kuala Lumpur pada bulan Juni tahun 2000,
pemerintah Filipina meminta segera komite itu untuk menghapus suatu draf
resolusi OKI yang mengingatkan Filipina agar menghentikan serangan militer
rakyat Moro. Di sisi lain MNLF meminta OKI untuk menuntut pemerintah Filipina
agar memenuhi yang sudah tertuang dalam kesepakatan perdamaian yang
ditandatangani tahun 1996. MNLF menuntut dibentuknya berbagai badan eksekutif sesuai
dengan kesepakatan 1996 pada atau sebelum tanggal 30 November 2000.
Pada tanggal
16 Agustus 1996, wakil-wakil dari MNLF dan pemerintah Filipina sepakat bertemu
dan merundingkan rencana perdamaian di Istana Merdeka, jakarta. Selanjutnya
tanggal 2 September 1996, naskah perjanjian perdamaian ditandatangani oleh Nur
misuari (Ketua MNLF) dan Fidel Ramos (Presiden Filipina) di Manila.
Masyarakat
muslim terkonsentrasi di wilayah otonom Filipina Selatan. Mereka ada di
kepulauan Mindanao, daerah ujung selatan Palawan, dan gugusan kepulauan Sulu.
Secara etnis dan bahasa mereka setidaknya terdiri dari tiga belas kelompok
bahasa. Mereka berkedudukan di 13 propinsi yang berada di empat wilayah
perundang-undangan yang berbeda. Dari
segi etnis, tiga suku diantaranya yakni, suku maranao, tausug dan Manguindanao
merupakan kelompok etnis muslim terbesar di kawasan ini memiliki penduduk
muslim sekitar 75 % dari jumlah total penduduk muslim di Filipina.
Pada dekade
70-an, Michael O.Masturs dan Adib Majul telah mengisi kekosongan kritis dalam
literatur ilmu sosial tentang kaum muslim di Filiphina. Dalam kebijakan publik,
keduanya berhasil membuat draf kitab undang-undang bagi kaum muslimin Filiphina
yang sekarang disahkan sebagai P.D. NO 1083. Ini telah melahirkan arah
penelitian baru bagi reformasi hukum dan administrasi pengadilan syariah di
Asia Tenggara.
Perubahan
rezim politik telah membuka jalan bagi reformasi ekonomi kedua sarjana
tersebut mendesak H.B.4996 yang drafnya
dibuat untuk Piagam Bank Investasi Islam Filiphina. Dengan bank ini diharapkan
kaum muslimin dapat masuk kedalam arus utama teknik keuangan kotemporer. Dalam
beberapa hal ini berarti sumbangan pikiran dari keduanya dengan kreativitas
intelektualnya telah mengkongkretkan aspirasi sosial kaum muslmin. Dalam sebuah tulisan Datu Michle O. Mastura
yang menguraikan prinsip tentang lembaga keuangan ( bank ) islam di Filiphina
dalam bentuk lembaga zakat, wakaf dan sistem bank islam. Lembaga tersebut
mengelola perseroan terbatas,asuransi, lembaga manajemen berdasarkan prinsip
teori keuangan islam.
Dilihat dari
jenis, setidaknya sampai 1970-an, masyarakat muslim Filipina tidak banyak yang
berbeda dari warga lainnya. Mayoritas dari mereka menekuni bidang pertanian,
perikanan, dan ekonomi yang berbasis pada hutan. Kaum muslim Manguindanau
banyak ayang bertani sawah, sedangkan masyarakat maranau dikenal sebagai
pengrajin kuningan dan tenunan, selain bertanam padi dan jagung di pegunungan.
Sebagian mereka juga dikenal sebagai pedagang yang terkenal sampai ke pelosok-pelosok
Filipina.
Orang Tausug
yang tinggal di pesisir umumnya bekerja sebagai nelayan, hampir sama dengan
sebagian masyarakat Iranun, kalagan, dan Samal pesisir.fenomena yang agak
berbeda terdapat pada orang-orang tagalog Islam yang karena mengalami proses
urbanisasi besar-besaran, telah beralih menjadi pekerja profesional baik di
kantor maupun pabrik di daerah perkotaan.
Ketika
konflik ketegangan antara kelompok Islam di Filipina secara keseluruhan.
Mereda, terjadi perkembanagan yang menarikdalam Islam di Filipina. Mislanya,
kantor Urusan Agama Islam (OCIA) dianggap sebagai simbol perhatian pemerintah
Filipina terhadap maslah umat Islam. Pada tahun 1973, pemerintah mendirikan
Institute of Asian and Islamic Studies di Mindanao State University. Kemudian,
nama lembaga kajian ini diubah menjadi King Faisal Center for Islamic and
Arabic Studies.
Respons yang
positif dari pemerintah Filipina juga diberikan pada bidang-bidang lainnya.
Pada 1973, pemerintah mendirikan Philipine Amanah bank, sebuah bank komersial
yang bermarkas di manila untuk mengembangkan berbagai aspek perekonomian
masyarakat Islam seperti pertanian, pabrik, pertambangan, transfortasi dan
industri.
BAB III PENUTUPAN
1.1. Kesimpulan
a. Umat Islam
Filipina dikenal dengan bangsa Moro. Penindasan
terhadap kaum muslim Moro terjadi pada masa kekuasaan Ferdinand Marcos di tahun
1965.
b. Berbagai
kebijakan dilakukan untuk menyingkirkan atau meminimalisir umat Islam di
Filipina, seperti dengan penerapan hukum tanah yang dilakukan oleh kaum
Kapitalis.
c.
pemberontakan MILF (Moro Islamic Liberation Front) pimpinan
Salamat Hashim dan MNLF (Moro National
Liberation Front) pimpinan Nur Misuari. Pergerakan ini timbul akibat
perlakuan tidak adil yang dilakukan oleh pemerintah Filipina.
d.
Ketika konflik ketegangan antara
kelompok Islam di Filipina secara keseluruhan Mereda terjadi perkembanagan yang
menarikdalam Islam di Filipina. Mislanya, kantor Urusan Agama Islam (OCIA)
dianggap sebagai simbol perhatian pemerintah Filipina terhadap maslah umat
Islam. Pada tahun 1973, pemerintah mendirikan Institute of Asian and Islamic
Studies di Mindanao State University. Kemudian, nama lembaga kajian ini diubah
menjadi King Faisal Center for Islamic and Arabic Studies.
1.2. Saran
a. Seharusnya sistem pemerintahan
Filiphina jangan menyudutkan agama islam agar terciptanya suasana yang baik di
Filiphina
Filiphina tidak diskriminasi
terhadap apapun termasuk agama islam
c.
Membrikan kebebasan terhadap warga
negaranya untuk memeluk agama yang di inginkannya.
1.3. Daftar pustaka
Suhaimi,
dkk. 2009. Sejarah Islam Asia Tenggara
(SIAT). Pekanbaru: CV. Witra Irzani
Ali Kehtani,
Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini, (Jakarta: PT. Rajawali Grafindo,
2005)
Gusrianto.2012.Diktat Sejarah Dan Perkembangan Islam Di
Asia.Pekanbaru.
Thohir,Ajid.2004.Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia
Islam.Bandung:
PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar