Minggu, 29 Maret 2015

respon pemerintah filiphina terhadap islam



TUGAS TERSTRUKTUR                                                                                                            DOSEN PEMBIMBING
          S I A T                                                                                            M.FAHLI ZATRA HADI

                       
                              RESPON PEMERINTAH FILIPHINA TERHADAP ISLAM
                                                                       
                                                                       

                                                                               

    
                                                              DISUSUN OLEH :
 
                                                  AHMAD BADARUDIN 11443101256

                                                  ROMI FAISAL               11443104497




JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
               UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
T.A. 2015/2016




KATA PENGANTAR

Asalamualaikum Wr. Wb

            Puji syukur atas nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah Swt sehingga kita masih diberikan kehidupan didunia yang fana ini. shalawat dan salam tidak lupa selalu kita ucapkan kepada  Rasul  yang telah membawa kita  dari zaman jahiliah kezaman yang penuh dengan ilmu yang kita rasakan sekarang ini yaitu Nabi besar Muhammad Saw. Perkembangan islam di Asia Tenggara sangatlah pesat islam dengan mudahnya menyebar keseluruh penjuru dunia karena agama islam adalah agama yang membawa kedamaian. Walaupun demikian islam dihadapi banyak hadangan untuk masuk kesebuah Negara karena ada orang-orang tertentu yang tidak ingin terciptanya kedamaian antara umat manusia.
            Dengan tugas yang diberikan ini kami akan membahas tentang respon pemerintah Filiphina terhada ajaran islam. Dimana perkembangan islam disana sangat minoritas karena sistem pemerintah yang menyudutkan para pemeluk agama islam. Semoga dengan tugas ini kita dapat mengetahui permasalahan saudara kita yang ada di Filiphina dan kita semua berdoa semoga saudara kita yang ada di Filiphina diberikan kemudahan aamiin...








i
DAFTAR ISI
Kata pengantar…………………………………………………………………………… 
Daftar isi…………………………………………………………………………………..  
BAB l PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang………………………………………………………………………..  
1.2. Rumusan masalah………………………………………………………………….....  
1.3. Tujuan penulisan makalah……………………………………………………….... ... 
1.4. Landasan teori……………………………………………………………………….
BAB ll RESPON PEMERINTAH FILIPHINA TERHADAP ISLAM
A.    Respon pemerintah terhadap islam di Filiphina........................................................ 
BAB III PENUTUPAN
1.1.Kesimpulan…………………………………………………………………………....             
1.2.Saran……………………………………………………………………………...…… 
1.3.Daftar pustaka…………………………………………………………………………                       







ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang

Umat Islam Filipina yang kemudian dikenal dengan bangsa Moro, pada akhirnya menghadapi berbagai hambatan baik pada masa kolonial maupun pasca kemerdekaan. Bila direntang ke belakang, perjuangan bangsa Moro dapat dibagi menjadi tiga fase: Pertama, Moro berjuang melawan penguasa Spanyol selama lebih dari 375 tahun (1521-1898). Kedua, Moro berusaha bebas dari kolonialisme Amerika selama 47 tahun (1898-1946). Ketiga, Moro melawan pemerintah Filipina (1970-sekarang).

Melihat tekanan yang terjadi di Filiphina yang dinamankan bangsa Moro sistem pemerintah yang menyudutkan pemeluk agama islam sehingga tidak terciptanya keamanan serta kenyamanan antar umat beragama, padahal ajaran islam yang datang ke Filiphina membawa kedamaian tetapi ada saja orang-orang yang tidak suka tercipatnya perdamian di sebuah  Negara. seharusnya di sebuah negara tidak ada lagi tekanan dalam sebuah agama untuk menyampaikan ajarannya walau demikian ini adalah sebuah ujian yang diberikan kepada umat islam yang ada di Filiphina untuk menegakan agama allah swt semoga saudara-saudara kita yang ada di Moro diberikan kekuatan.

1.2. Rumusan masalah
A.    Bagaimanakah respon pemerintah Filiphina terhadap agama islam?
1.3. Tujuan penulisan makalah
A.    Agar mengetahui respon pemerintah Filiphina terhadap islam
1.4. Landasan teori
A.    Berdasarkan buku yang kami baca yaitu :
1.      Sejarah Islam Asia Tenggara (SIAT).
2.      Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini.
3.      Diktat Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Asia.
4.      Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam.  
        
.


BAB ll RESPON PEMERINTAH FILIPHINA TERHADAP ISLAM

A.    Respon Pemerintah terhadap Islam di Filipina

Islam masuk ke wilayah filiphina selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindano pada tahun 1380. Orang pertama memperkenalkan islam ke Sulu adalah tuan Mashaika yang diduga telah sampai di Sulu pada abad ke-13. Keturunannya kemudian menjadi komunitas islam di Sulu. Berikutnya yang datang menyebarkan islam adalah di Sulu adalah ulama Arab bernama Karimul makhdum pada paruh kedua abad ke-14. Dia diterima dengan baik oleh komunitas muslim Buansa  aktivitas keagamaan yang digerakkannya memperkuat pertumbuhan komunitas islam yang dibentuk oleh pendahulunya Tuan Mashaika.

Pada awal abad ke-15 penyebar islam lainnya datng ke Sulu yaitu Raja Baginda menurut catatan sejarah Raja Baginda adalah seorang pangeran dari Minang Kabau. Menurut cerita ketika ia baru tiba di kepulauan Sulu masayarakat setempat bermaksud mengaramkan kapalnya namun sikap mereka secara dramatis berubah ketika mereka tahu bahwa Raja Baginda seorang muslim.

Penyebaran islam di Mangindano dan Lanao pada umumnya dikaitkan dengan Syarif kebungsuan ia di duga sampai di Mindano pada awal ke 16 sama halnya dengan Raja Baginda ia juga seorang pangeran yang datang bersama pengawal dan pengikutnya. Ketika ia berlabuh di sungai Pulangi ia sudah menemukan komunitas muslim. Kemudian mereka membangun kota Cotabato dan Manguindanao ekspansi islam tidak dapat dipisahkan dari upaya  bersama dari Raja Kabungsuwan dan sejumlah keluarga penguasa daerah itu termasuk keluarga besar kerajaan Sulu. Borneo dan Ternate sementara itu islam di Luzon datang melalui Brunai dilaporkan bahwa salah seorang keluarga bangsawan Brunai menikah dengan Bangsawan Luzon.

Negara filiphina berasal dari daerah-daerah yang telah dipersatukan Spanyol datang menjajah  filiphina pada tanggal 16 maret 1521. Kesultanan Sulu yang berdiri tahun 1450 saat itu telah berusia 71 tahun ketika Legafzi sampai ditahun 1565. Kesultanan ini sudah berumur 115 tahun jelas saja islam menjadi sandaran dan acuan sekaligus menjadi identitas mereka dalam melawan pihak kolonial.

Dalam usahanya untuk menguasai filiphina selatan kolonial Spanyol menerapkan politik devide abd rule ( politik pecah belah dan kuasai ). Tahun 1578 terjadi perang besar yang melibatkan orang filiphina sendiri. Penduduk filiphina yang telah dikristenkan dilibatkan kedalam ketentaraan kolonial Spanyol. Kemudian di adu domba untuk melawan umat muslim di selatan. Dari sinilah kemudian timbul rasa  benci dan rasa curiga orang-orang filiphina terhadap bangsa Moro islam hingga sekarang. Sekalipun gagal menundukan Mindano dan sulu. Spanyol menganggap keduanya tetap wilayah tutorialnya lalu menjual filiphina kepada Amerika Serikat seharga 20 juta dolar pada tahun 1898.

Tahun 1898 kemenangan Amerika terhadap Spanyol memindai perpindahan kekuasaan filiphina terhadap Spayol. Amerika datang ke Mindano denangan penampilan diri sebagai sahabat baik hal ini dibuktikan dengan ditandatanganinya traktet bates pada tanggal 20 agustus 1898. Dimana Amerika mengakui pemerintahan sultan atas penduduk setempat. Amerika juga menjanjikan kebebasan beragama, kebebasan mengungkapkan pendapat dan kebebasan mendapatkan pendidikan bagi bangsa Moro. Namun perjanjian itu hanya sebagai taktik mengambil hati orang-orang islam agar tidak memberontak.

Masa prakemerdekaan ditandai dengan adanya peralihan kekuasaan dari penjajah Amerika ke pemerintah Kristen Filipina di utara. Untuk menggabungkan ekonomi Moroland ke dalam sistem kapitalis, diberlakukan hukum-hukum tanah warisan jajahan AS yang sangat kapitalis seperti Land Registration Act No. 496 (November 1902) yang menyatakan keharusan pendaftaran tanah dalam bentuk tertulis dan ditandatangani dibawah sumpah.

Kemudian Philippine Commission Act No. 718 (4 April 1903) yang menyatakan hibah tanah dari para sultan, datuk, atau kepala suku nonkristen sebagai tidak sah, jika dilakukan tanpa ada wewenang atau izin dari pemerintah. Demikian juga Public Land Act No, 296 (7 Oktober 1903) yang menyatakan semua tanah yang tidak didaftarkan sesuai dengan Land Registration Act No. 496 sebagai tanah negara, The Mining Law of 1905 yang menyatakan semua tanah negara di Filipina sebagai tanah yang bebas, terbuka untuk eksplorasi, pemilikan dan pembelian oleh WN Filipina dan AS serta Cadastral Act of 1907 yang membolehkan penduduk setempat (Filipina) yang berpendidikan dan para spekulan tanah Amerika yang lebih paham dengan urusan birokrasi untuk melegalisasi klaim-klaim atas tanah.

Pemberlakuan Quino-Recto Colonialization Act No. 4197 pada 12 Februari 1935 menandai upaya pemerintah Filipina yang lebih agresif untuk membuka tanah dan menjajah Mindanao. Pemerintah mula-mula berkonsentrasi pada pembangunan jalan dan survei-survei tanah negara sebelum membangun koloni-koloni pertanian yang baru. Pada intinya, ketentuan tentang hukum tanah ini merupakan legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum muslimin oleh pemerintah kolonial AS dan pemerintah Filipina di utara yang menguntungkan para kapitalis.

Bahkan seorang senator Manuel L. Quezon pada 1936-1944 gigih mengkampanyekan program pemukiman besar-besaran orang-orang Utara dengan tujuan untuk menghancurkan keragaman (homogenity) dan keunggulan jumlah bangsa Moro di Mindanao seta berusaha mengintegrasikan mereka ke dalam masarakat Filipina secara umum. Kepemilikan tanah yang mudah dan mendapat legalisasi dari pemerintah tersebut mendorong migrasi dan pemukiman besar-besaran orang-orang utara ke Mindanao. Banyak pemukim yang datang, seperti di Kidapawan, Manguindanao, mengakui bahwa motif utama kedatangan mereka ke Mindanao adalah untuk mendapatkan tanah. Untuk menarik banyak pemukim dari utara ke Mindanao  pemerintah membangun koloni-koloni yang disubsidi lengkap dengan seluruh alat bantu yang diperlukan. Konsep penjajahan melalui koloni ini diteruskan oleh pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri tersebut sehingga perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di tanah kelahiran mereka sendiri.

Umat Islam Filipina yang kemudian dikenal dengan bangsa Moro, pada akhirnya menghadapi berbagai hambatan baik pada masa kolonial maupun pasca kemerdekaan. Bila direntang ke belakang, perjuangan bangsa Moro dapat dibagi menjadi tiga fase: Pertama, Moro berjuang melawan penguasa Spanyol selama lebih dari 375 tahun (1521-1898). Kedua, Moro berusaha bebas dari kolonialisme Amerika selama 47 tahun (1898-1946). Ketiga, Moro melawan pemerintah Filipina (1970-sekarang).

Minimal ada tiga alasan yang menjadi penyebab sulitnya bangsa Moro berintegrasi secara penuh kepada pemerintah Republik Filipina. Pertama, bangsa Moro sulit menerima Undang-Undang Nasional karena jelas undang-undang tersebut berasal dari Barat dan Katolik dan bertentangan dengan ajaran Islam. Kedua, sistem sekolah yang menetapkan kurikulum yang sama tanpa membedakan perbedaan agama dan kultur membuat bangsa Moro malas untuk belajar di sekolah yang didirikan oleh pemerintah. Ketiga, adanya trauma dan kebencian yang mendalam pada bangsa Moro atas program perpindahan penduduk yang dilakukan oleh pemerintah Filipina ke wilayah mereka di Mindanao, karena program ini telah mengubah mereka dari mayoritas menjadi minoritas di segala bidang kehidupan.


Sementara itu bangsa Moro terbagi dalam beberapa kelompok. Mereka berjuang dengan mengatasnamakan kepentingan bangsa Moro. Tiga terbesar adalah MNLF (Moro National Liberations Front), MILF (Moro Islamic Liberations Front) dan kelompok Abu Sayyaf. Untuk kepentingan tulisan ini pembahasan sebagian besar menyangkut MNLF dan sebagian kecil MILF. Perundingan yang selama ini dilakukan adalah antara MNLF dan pemerintah Filipina.

Kemudian tentang hasil atau implementasi perundingan antara MNLF dan pemerintah Filipina, MNLF mendapat dana untuk mengelola daerah otonomi, mereka yang disebut ARMM (The Autonomous Region of Muslim Mindanao), tetapi propinsi-propinsi di dalam ARMM tidak mengalami kemajuan/perkembangan. Sejak Filipina memperoleh kemerdekaan tahun 1946 pemerintah Manila membuat program pemukiman bagi orang Kristen dari Luzon dan Visayas di wilayah Moro. Pada waktu itu muslim Moro tidak merasa terganggu karena administrasi wilayah diatur oleh kalangan mereka sendiri. Tetapi kemudian para pemukim Kristen dengan dukungan pemerintah Manila mulai mengambil alih posisi strategis di bidang politik dan ekonomi, segera setelah mereka memenuhi tanah Moro.

Sentimen yang berujung konflik kerap terjadi hingga mencapai puncaknya pada 1972 ketika Presiden Ferdinand Marcos berkuasa dan berlaku otoriter. Oleh karena itu, timbullah pemberontakan MILF (Moro Islamic Liberation Front) pimpinan Salamat Hashim dan MNLF (Moro National Liberation Front) pimpinan Nur Misuari. Pergerakan ini timbul akibat perlakuan tidak adil yang dilakukan oleh pemerintah Filipina.
Penindasan terhadap kaum muslim Moro terjadi pada masa kekuasaan Ferdinand Marcos di tahun 1965. hal ini menyebabkan munculnya gerakan perjuangan bangsa Moro seperi Muslim Independen Movement (MIM) yang didirikan oleh Udtog Matalam karena kebijakan pemerintah menempatkan orang-orang kristen di Mindanau pada tahun 1968 . kemudian munculnya gerakan-gerakan selanjutnya seperiMoro Liberation Front (MLF) pada tahun 1971 serta Bangsa Moro Army ( BMA ) yang berjuang bagi kaum muslimin di Filiphina selatan umat muslim dieksploitasi secara ekonomi dan diasingkan secara politik. karena perbedaan visi maka MLF pecah menjadi dua, yakni kelompok nasionali sekuler pimpinan Nur Misuari yang mendirikan Moro National Liberation Front (MILF) dan kelompok Moro Islamic Liberation front (MILF) yang dipimpin oleh Hashim Salamat. Dalam perjalanannya MNLF pun pecah lagi menjadi kelompok MNLF Reformasi di bawah pimpinan Dimas Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf di bawah pimpinan Abdurrahman Janjalani (1993).secara umum kebangkitan Islam di Filipina berkembang dalam dua paradigma: pertama, pradigma radikal yang dikembangkan oleh para aktivis MNLF, yang semula merupakan kelompok minoritas di kalangan umat Islam. MNLF pernah mengeluarkan manifesto yang menyerukan kemerdekaan bangsa Moro.
Mereka berjuang dengan senjata dan diplomasi. Banyak korban jiwa disebabkan oleh bentrokan senjata sangat memperhatinkan bagi anggota-anggota OKI ( Organisasi Konferensi Islam ) atas kondisi kaum muslimi di Filiphina sebuag delegasi yang terdiri dari empat mentri luar negeri dari negara Libiya, Saudi Arabia, Senegal dan Somalia mengunjungi Filiphina untuk membahas situasi muslim dengan pemerintah markos ketterlibatan dari negara-negara islam dalam kasus Moro membuahkan sebuah perjanjian pada 23 Desember 1976 ditandatangani Tripoli Agreement antara pemerintah Filipina dan MNLF . Ada empat hal yang disepakati. Pertama adanya otonomi muslim di wilayah Filifina selatan yang terintegrasi denga republic Filipina. Kedua wilayah otonomi muslim meliputi daerah-daerah Basilan, Sulu, Tawi-Tawi, Samboanga del Sur Samboanga del Norte, North Cotabato, Manguindanao, Sultan Kudarat, Lanao del Norte, Lanao del Sur, Davao del Sur, South Cotabato, dan Palawan. Ketiga menyepakati berbagai hal yang berhubungan dengan
pelaksanaan otonomi. Keempat kesepakatan itu berlaku sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian itu.

Ada perbedaan antara MNLF dan MILF. MNLF di bawah pimpinan Nur Misuari mau menerima otonomi wilayah Moro di bawah kekuasaan pemerintah Manila, sedangkan MILF menginginkan terwujudnya negara Islam Moro yang merdeka. Dengan perbedaan target pencapaian itu, maka perjuangan mereka pun berbeda. MILF menolak berunding dengan pemerintah Filipina dan menolak Tripoli Agreement. MILF menolak kesepakatan tersebut karena alasan sebagai berikut.

1.      The agreement considered side only and never touched the core of the BangsaMoro problem which is the illegal and amoral usurpation of their ancestral homeland and the barbarous usurpation of their legitimate rights to freedom and self determination.

2.      The agreement is devoid of justice and freedom for the BangsaMoro people and peace without justice and freedom for the aggrieved party is another form of colonial oppression.

3.      The agreement is a to the problem of the GRP (the Government of the Republic of the Philipine) only but not the BangsaMoro problem.

Walaupun dinilai negatif oleh Salamat Hashim, MNLF tetap menggunakan metode berunding untuk menyelesaikan masalah Moro. Berbagai perundingan antara MNLF dan pemerintah Filipina akhirnya membuahkan hasil Final Peace Agreement yang ditandatangani pada 2 September 1996. Dalam konsideran disebutkan bahwa dalam kesepakatan itu merupakan lanjutan dari Tripoli Agreement 1979 dan beberapa pembicaraan lain yang berkaitan dengan itu.

Ketika diadakan pertemuan Komite Menteri Enam Negara Anggota OKI di Kuala Lumpur pada bulan Juni tahun 2000, pemerintah Filipina meminta segera komite itu untuk menghapus suatu draf resolusi OKI yang mengingatkan Filipina agar menghentikan serangan militer rakyat Moro. Di sisi lain MNLF meminta OKI untuk menuntut pemerintah Filipina agar memenuhi yang sudah tertuang dalam kesepakatan perdamaian yang ditandatangani tahun 1996. MNLF menuntut dibentuknya berbagai badan eksekutif sesuai dengan kesepakatan 1996 pada atau sebelum tanggal 30 November 2000.
Pada tanggal 16 Agustus 1996, wakil-wakil dari MNLF dan pemerintah Filipina sepakat bertemu dan merundingkan rencana perdamaian di Istana Merdeka, jakarta. Selanjutnya tanggal 2 September 1996, naskah perjanjian perdamaian ditandatangani oleh Nur misuari (Ketua MNLF) dan Fidel Ramos (Presiden Filipina) di Manila.
Masyarakat muslim terkonsentrasi di wilayah otonom Filipina Selatan. Mereka ada di kepulauan Mindanao, daerah ujung selatan Palawan, dan gugusan kepulauan Sulu. Secara etnis dan bahasa mereka setidaknya terdiri dari tiga belas kelompok bahasa. Mereka berkedudukan di 13 propinsi yang berada di empat wilayah perundang-undangan yang berbeda.  Dari segi etnis, tiga suku diantaranya yakni, suku maranao, tausug dan Manguindanao merupakan kelompok etnis muslim terbesar di kawasan ini memiliki penduduk muslim sekitar 75 % dari jumlah total penduduk muslim di Filipina.
Pada dekade 70-an, Michael O.Masturs dan Adib Majul telah mengisi kekosongan kritis dalam literatur ilmu sosial tentang kaum muslim di Filiphina. Dalam kebijakan publik, keduanya berhasil membuat draf kitab undang-undang bagi kaum muslimin Filiphina yang sekarang disahkan sebagai P.D. NO 1083. Ini telah melahirkan arah penelitian baru bagi reformasi hukum dan administrasi pengadilan syariah di Asia Tenggara.
Perubahan rezim politik telah membuka jalan bagi reformasi ekonomi kedua sarjana tersebut  mendesak H.B.4996 yang drafnya dibuat untuk Piagam Bank Investasi Islam Filiphina. Dengan bank ini diharapkan kaum muslimin dapat masuk kedalam arus utama teknik keuangan kotemporer. Dalam beberapa hal ini berarti sumbangan pikiran dari keduanya dengan kreativitas intelektualnya telah mengkongkretkan aspirasi sosial kaum muslmin.  Dalam sebuah tulisan Datu Michle O. Mastura yang menguraikan prinsip tentang lembaga keuangan ( bank ) islam di Filiphina dalam bentuk lembaga zakat, wakaf dan sistem bank islam. Lembaga tersebut mengelola perseroan terbatas,asuransi, lembaga manajemen berdasarkan prinsip teori keuangan islam.
Dilihat dari jenis, setidaknya sampai 1970-an, masyarakat muslim Filipina tidak banyak yang berbeda dari warga lainnya. Mayoritas dari mereka menekuni bidang pertanian, perikanan, dan ekonomi yang berbasis pada hutan. Kaum muslim Manguindanau banyak ayang bertani sawah, sedangkan masyarakat maranau dikenal sebagai pengrajin kuningan dan tenunan, selain bertanam padi dan jagung di pegunungan. Sebagian mereka juga dikenal sebagai pedagang yang terkenal sampai ke pelosok-pelosok Filipina.
Orang Tausug yang tinggal di pesisir umumnya bekerja sebagai nelayan, hampir sama dengan sebagian masyarakat Iranun, kalagan, dan Samal pesisir.fenomena yang agak berbeda terdapat pada orang-orang tagalog Islam yang karena mengalami proses urbanisasi besar-besaran, telah beralih menjadi pekerja profesional baik di kantor maupun pabrik di daerah perkotaan.
Ketika konflik ketegangan antara kelompok Islam di Filipina secara keseluruhan. Mereda, terjadi perkembanagan yang menarikdalam Islam di Filipina. Mislanya, kantor Urusan Agama Islam (OCIA) dianggap sebagai simbol perhatian pemerintah Filipina terhadap maslah umat Islam. Pada tahun 1973, pemerintah mendirikan Institute of Asian and Islamic Studies di Mindanao State University. Kemudian, nama lembaga kajian ini diubah menjadi King Faisal Center for Islamic and Arabic Studies.
Respons yang positif dari pemerintah Filipina juga diberikan pada bidang-bidang lainnya. Pada 1973, pemerintah mendirikan Philipine Amanah bank, sebuah bank komersial yang bermarkas di manila untuk mengembangkan berbagai aspek perekonomian masyarakat Islam seperti pertanian, pabrik, pertambangan, transfortasi dan industri.
















BAB III PENUTUPAN
1.1. Kesimpulan
a.       Umat Islam Filipina  dikenal dengan bangsa Moro. Penindasan terhadap kaum muslim Moro terjadi pada masa kekuasaan Ferdinand Marcos di tahun 1965.
b.      Berbagai kebijakan dilakukan untuk menyingkirkan atau meminimalisir umat Islam di Filipina, seperti dengan penerapan hukum tanah yang dilakukan oleh kaum Kapitalis.
c.       pemberontakan MILF (Moro Islamic Liberation Front) pimpinan Salamat Hashim dan MNLF (Moro National Liberation Front) pimpinan Nur Misuari. Pergerakan ini timbul akibat perlakuan tidak adil yang dilakukan oleh pemerintah Filipina.
d.      Ketika konflik ketegangan antara kelompok Islam di Filipina secara keseluruhan Mereda terjadi perkembanagan yang menarikdalam Islam di Filipina. Mislanya, kantor Urusan Agama Islam (OCIA) dianggap sebagai simbol perhatian pemerintah Filipina terhadap maslah umat Islam. Pada tahun 1973, pemerintah mendirikan Institute of Asian and Islamic Studies di Mindanao State University. Kemudian, nama lembaga kajian ini diubah menjadi King Faisal Center for Islamic and Arabic Studies.

1.2. Saran
a.   Seharusnya sistem pemerintahan Filiphina jangan menyudutkan agama islam agar terciptanya suasana yang baik di Filiphina
Filiphina tidak diskriminasi terhadap apapun termasuk agama islam
c.       Membrikan kebebasan terhadap warga negaranya untuk memeluk agama yang di inginkannya.
1.3. Daftar pustaka
Suhaimi, dkk. 2009. Sejarah Islam Asia Tenggara (SIAT). Pekanbaru: CV. Witra Irzani

Ali Kehtani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini, (Jakarta: PT. Rajawali Grafindo, 2005)

Gusrianto.2012.Diktat Sejarah Dan Perkembangan Islam Di Asia.Pekanbaru.

Thohir,Ajid.2004.Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam.Bandung:
         PT Raja Grafindo Persada.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar